PERJUANGAN WAHIDIYAH
"Sesungguhnya ada sebagian ilmu yang diibaratkan permata yang terpendam. Tidak dapat mengetahuinya kecuali ulama Billah. Apabila mereka
mengungkapkan ilmu tersebut, tidak seorangpun yang membantahnya, kecuali orang-orang yang tidak paham tentang Allah." (Diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi RA)
HAL GHAUTSU HADZAZ ZAMAN
Kalimah “GHOUTSU” makna aslinya pertolongan. Kemudian bermakna isim faa’il, orang yang memberi pertolongan. Boleh disebut “PENUNTUN” atau “PEMBIMBING”. Penuntun kepada kebaikan dan kebagusan, Pembimbing kepada keselamatan dan kebahagiaan yang diridlai Allah Wa Rasuulihi SAW. Fiddunya wal akhiroh. Penuntun dan penarbiyah khususunya dalam bidang menuju whusul sadar makrifat kepada Allah Wa Rasuulihi SAW dan penolong dari berbagai kesulitan dan kesusahan dan problem-problem kehidupan lainya.
Selanjutnya di dalam dunia Auliya Allah, yang dimaksud: “GHOUTS” adalah “SULTONUL AULIYA” atau ”QUTHBUL AQTHOB” yakni pemimpinya para Auliya Allah rodliyallohu Ta’ala ‘anhum. Jadi “GHOUTSU HADZAZ ZAMAN” adalah pemimpinya para Wali Allah pada zaman sekarang.
Sunnatulloh berjalan bahwa tiap-tiap masa, bijaahi Rasuulillahi Sayyidinaa Muhammadin shalallohu’alaihi wassalam, memilih salah satu diantara hamba-NYA dijadikan Sulthonul Auliya di dalam zaman yang bersangkutan. Disebut “Ghoutsu Zamaniah”. Jika meninggal dunia diganti, meninggal diganti dan seterusnya sampai dekat hari kiamat. Didalam Kitab Masyaariqul-Anwar disebutkan bahwa Ghouts yang pertama kali ialah Sayyidina Hasan Bin Ali Rodliyallohu ‘Anhumaa meninggal tahun 50 Hijriyyah. Kemudian di
gantikan oleh Sayyidina Husen Bin ‘Ali rodliyallohu ‘Anhumaa dan seterusnya. Antaranya lagi seperti Syekh Abdus-Salam Bin Masyisy, Syeh Abdul Qodir Al Jaelani, Syekh Abil Hasan Asy- Syadzili, Syekh Bahauddin An Naqsyabandi dan masih banyak lagi lainya, rodliyallohu Ta’ala ‘anhum. Masing-masing Beliau tersebut adalah Ghoutsu Zamanihi atau Sultonul Auliya di dalam zamanya. Mari kita menghaturkan hadiah bacaan Al Fatikah satu kali sebagai penghormatan ta’dhiiman wa mahabbatan kepada Beliau-beliau tersebut di atas!.
LAHUMUL ALFATIKAH
Hadits dasar adanya Ghouts yang artinya:
Rasuululloh SAW besabda: “Allah SWT. Diatas bumi ini mempunyai 300 wali yang hatinya seperti hatinya Nabi Adam AS. 40 Wali hatinya seperti hatinya Nabi Musa AS. 7 Wali hatinya seperti hatinya Nabi Ibrohim AS. 5 Wali hatinya seperti Malaikat Jibril AS. 3 Wali hatinya seperti hatinya Malaikat Mikail AS. Dan Seorang Wali yang hatinya seperti hatinya Malaikat Isrofil AS. Apabila yang satu meninggal, Allah SWT. Mengangkat salah satu dari 3 Wali sebagai gantinya. Apabila salah satu dari 3 ada yang meninggal Allah SWT. Mengangkat salah satu dari 5 wali sebagai gantinya dan sterusnya. Dan apabila salah satu dari 300 Wali ada yang meninggal Allah SWT. Mencarikan ganti salah satu dari orang umum. Dan tergantung mereka baik dan tidaknya alam.
Ba’dul Arifin berkata: “Seorang yang disebut dalam hadits ini, itulah Qutub dan dialah Ghouts Alaihissalam.”
Syekh Sya’roni mengatakan makna hadits di atas: ”Apabila sewaktu-waktu ada Ghouts meninggal dalam kekosongan ini Allah SWT. Mengangkat Ghouts yang lain”.
Di dalam kitab Jaami’us Shohir disebutkan sabda hadits, Rasuululloh SAW yang artinya:
“Di kalangan umat-KU senantiasa tidak sepi dari adanya “thoifah” yang memperjuangkan perkara yang haq sampai datangnya Hari Kiamat.” (Riwayat Hakim dari Umar rodliyallohu ‘anh- Hadits Shoheh).
Di dalam Kitab Da’watut-Taamah halaman 23 di tafsirkan bahwa yang disebut “Thoifah” adalah “Rijaalulloh” dan “Ahlulloh” yakni “Al Aqthob” seperti sudah di fahami. Di dalam menjalankan fungsinya sebagai “Ghoutsu Zamanihi” dalam kedudukanya sebagai Ghoutsu Zaman, para Beliau tersebut tidak sama kebijaksanaanya satu sama lain. Ada yang di haruskan memplokamirkan diri seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani Qoddasallohu sirohu dan Syekh Abu Hasan As-Syadzizi
rodliyallohu ‘anhu. Ada lagi yang harus merahasiakan diri seperti Syekh Abdus Salam bin Masyisy dan Imam Nawawi Al Murojjeh Al Falastin rodliyallohu “anhumaa. Ada lagi yang di beri wewenang boleh merahasiakan dan boleh memproklamasikan.
Tanda-tanda atau cirri-ciri lahir dari para Beliau Ghoutsu Zamaanihi itu tidak ada yang dapat di utarakan oleh karena keadaan lahiriyahnya biasa seperti umumnya orang/ulama, akan tetapi yang jelas memiliki cirri-ciri khas batin antara lain seperti yang disebut di dalam Kitab Jaami’ul Ushuul Fil Auliya halaman 4:
- Hatinya senantiasa thawaf kepada Allahsepanjang masa. Istilahnya LILLAH BILLAH
- Beliau mempunyai sirri yang dapat meneroboskepada seluruh alam, seperti meratanya roh di dalam jasad atau seperti merembesnya air di
pohon-pohonan. - Beliau menanggung (memprihatinkan) kesusahan dan kesulitan ahli dunia.
Di dalam Kitab Taqriibul Ushuul dikatakan:
”Andai kata tidak ada “Wahiduz-Zaman” yang senantiasa tawajuh kepada Allah memohonkan bagi perkaranya segala makhluk, tentulah datang
suatu perintah Allah yang mengejutkan mereka kemudian menghancurkan mereka.”
“Wahiduz-zaman” yang dimaksud tidak lain adalah Ghoutsu zaman atau Sultonul Auliya.
Demikian antara lain fungsi dan peranan dari Ghoutsu Zaman. Tanggung jawabnya begitu berat memikirkan dan memprihatinkan masyarakat
sedunia. Perjuangannya terutama berada di dalam cakrawalanya alam rohani. Sedangkan kegiatan lahiriyah juga sama dengan umumnya Ulama
yakni menjalankan amar makruf nahi munkar menegakan kebenaran dan keadilan mengajak dan menuntun umat masyarakat kembali sadar kepada
Allah Wa Rasuulihi SAW. Disamping itu juga tidk ketinggalan menjalankan tugas-tugas prikemanusiaan memberikan pertolongan jalan keluar dalam berbagai macam problem.
Seperti di terangkan di muka bahwa Beliau Ghoutsu Zaman itu langsung di pilih dan di angkat oleh Allah SWT. Wallohu’alam caranya memilih dan
mengangkat. Jadi bukan hasil pilihan dan angkatan sesama masnusia atau sesama Auliya sekalipun. Kita yakin bahwa para Beliau Ghoutsu Zaman
adalah “atqon-naas fii zamaanihi” – paling taqwanya manusia pada zamanya. Beliau adalah insan yang Kamil Mukamil, orang sempurna dan mampu membimbing dan menjadikan orang lain menjadi sempurna. Seorang Guru Mursyid yang mampu membimbing orang lain whusul/ sadar / makrifat kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Beliau adalah orang yang “AALIMUN BILLAHI WABIAHKAAMIHI”. Seorang yang ‘Arif Billah yang menguasai dan konskwen menjalankan hukum-hukum Allah. Dalam bidang Ahkaamus – Syarii’ah Beliau Ghoutsu Zaman adalah seorang hakim yang adil dan bijaksana. Rokyu pendapatnya di dalam menetapkan suatu hukum selalu tepat dan adil karena pandangan-pandanganya di sinari oleh Nuurun-Ilaliyun yang murni sebagai buah daripada ciri khas batin dimana “Qalbuhu yathuufulloha daaiman” hatinya senantiasa thowaf kepada Allah sepanjang masa.
Didalam bidang kesadaran kepada Allah Wa Rasuulihi SAW, para Beliau Ghoutsu Zaman di karuniai hak wewenang yang di sebut “JALLAAB”
dan ”SALLAAB”.
“Jallaab” = menarik mengangkat derajat dan iman seseorang.
”Sallaab”= mencabut/ melorot martabat iman seseorang.
Maka dari keterangan-keterangan tersebut di atas, perlu sekali kita mengadakan kontak hubungan dengan Beliau Ghoutsu Hadzaz Zaman
rodliyallohu ‘anh. Terutama hubungan rohani atau konsultansi batin dalam segala persoalan dunia dan akherat, khususnya dalam bidang whusul/
ma’rifat/ sadar kepada Allah Wa Rasuulihi SAW.
Adapun caranya hubungan ialah antara lain dengan mengetrapkan ”LILGHOUTS BILGHOUTS”
seperti sudah di bahas dimuka. Firman Allah yang artinya:
”Maka bertanyalah kamu sekalian kepada ahli dzikir jika kamu sekalian tidak mengetahui”. (16 An Nahl: 43).
(Billah) dan menguasai (hukum-hukum) agama Allah yang mengamalkan ilmu-ilmu mereka semata-mata hanya mengharap ridlo Allah. (Risaalatul
Mu’awanah 13)
Dapat kita sadari bahwa orang yang memenuhi ketentuan “Ahludz-Dzikir”seperti diatas terutama adalh Ghoutsu Zaman, dan pada masa sekarang ini
adalah Ghoutsu Hadzaz Zaman rodliyallohu Ta’ala ‘anhu.
Allah berfirman yang artinya kurang lebih:
”Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-KU, kemudian hanya kepada-KU-lah kembalimu, maka AKU beritakan kepadamu apa yang kamu
kerjakan”. (31-Lukman: 15)
Di dalam kitab Khozinatul Asror dimuat sebuah hadits:
“Beradalah kamu beserta Allah jika tidak bisa begitu, maka besertalah dengan orang yang beserta dengan Allah maka sesungguhnya dia
mewhusulkan engkau kepada Allah apabila engkau beserta dengannya”.(Khozinatul Asror :194)
Sebuah lagi menjelaskan
Barangsiapa bertaqlid (mengikuti) orang Alim, ia akan bertemu (kepada) Allah dengan selamat”.
”Man kaana ma’allohi”= orang yang beserta Allah yang dimaksud di dalam Hadits di atas adalah orang yang hatinya selalu ingat kepada Allah, selalu thowaf mengelilingi Allah. Dan menurut identitas batiniyah Ghoutsu Zaman seperti diterangkan di muka, jelaslah bahwa yang dimaksud “man kaana ma’allohi” tersebut pada zaman sekarang adalah Ghoutsu Hadzaz Zaman rodliyallohu ‘anhu. Begitu juga yang di maksud “Aalaamin”=orang ‘Alim tersbut di atas adalah orang yang senantiasa sadar
makrifat kepada Allah dengan mengusai serta konskwen melaksanakan hukum-hukum Allah. Dan orang yang seperti ini pada zaman sekarang tidak lain adalah Ghoutsu Hadzaz Zaman.
Klafikasi Ulama atau orang yang ‘Alim ada tiga:
- ‘Alim dalam arti ma’rifat/ mengenal /sadar kepada Allah (sadar BILLAH) dan menguasai serta melaksanakan dengan konskwen hukum-hukum Allah. ‘Alimun Billahi Wa Biakhkaamihi adalah orang yang disebut orang Kamil Mukamil = orang yang sempurna dan dapat membimbing orang lain menjadi sempurna. Beliau itulah yang kompeten dan responsible (dapat dipertanggung jawabkan) untuk dijadikan Guru Mursyid atau Guru Pembimbing. Pembimbing kepada arah kesadaran kepada Allah Wa Rasuulihi SAW. Pembimbing di dalam menjalankan hukum-hukum syareat secara benar. Pembimbing dan Pembina di dalam hubungan vertikal kepada Allah SWT. Atau ”Hablum minalloh” dan di dalam hubungan horizontal dalam kehidupan sosial bermasyarakat atau ”Hablum minannaas”.
- 'Alim dalam arti ma’rifat/ mengenal/ sadar kepada Allah SWT (sadar BILLAH) akan tetapi tidak atau kurang mengusai hukum-hukum Allah secara luas. Ia mengerti hukum yang pokok-pokok sekedar yang di perlukan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban Syariat bagi dirinya sendiri. Dia dapat di kategorikan orang Kaamil teapi tidak atau belum Mukamil. Jadi belum boleh dijadikan Guru Mursyd yang membimbing kepada arah ma’rifat/ sadar kepada Allah Wa Rasuulihi SAW.
- ‘Alim dalam arti menguasai hukum-hukum Allah tetapi tidak atau belum ma’rifat/ sadar kepada Allah (tidak sadar BILLAH). Ilmu pengetahuan agamanya tentang
hukum-hukum fikih cukup luas tetapi tidak memiliki ilmu-ilmu Hikmah. Jadi hanya boleh dimanfaatkan sebagai guru hanya bidang ilmu Syariat saja, tidak dapat dijadikan sebagai Pembimbing bidang akhlaq dan bidang whusul sadar ma’rifat kepada Allah SWT.
Jadi sekali lagi yang dapat dijadikan sebagai Guru Mursyid atau Pembimbing kepada arah sadar ma’rifat kepada Allah adalah orang ‘Alim kategori nomer satu di atas. Yakni orang ‘Alim yang al’arif Billah. Didalam Kitab Taqriibul Ushuul Litas-hiilil Whusul Fii Ma’rifat-Rabbi War-Rasul SAW, di sebutkan :
”Hatinya orang yang al’Arif Billah itu merupakan Hadrotulloh dan pancaindranya sebagai pintu-pintunya; maka barangsiapa yang mendekat
kepadanya dengan pendekatan yang layak dan sesuai dengan kedudukanya, terbukalah baginya pintu-pintunya Hadroh.”(Taqriibul Ushuul 68)
Demikian antara lain dalil-dalil yang menunjukan kebaikan-kebaikan dan keistemewaan-keistemewaan serta perlunya hubungan dengan Ghoutsu Hadzaz Zaman, sebagai orang yang menuntun dan membimbing jalan menuju whusul ma’rifat atau sadar kepada Allah SWT Wa Rasuulihi SAW.
Dan kerugian orang yang tidak dapat berhubunngan dengan orang yang Kamil Mukamil dikatakan oleh Syekh Dawud bin Makhola di dalam Kitab Taqriibul Ushuul sebagai berikut:
“Barangsiapa hidup di dunia ini tidak bertemu dengan seseorang yang Kaamil Mukammil yang mendidiknya, maka dia akan keluar dari dunia (meninggal dunia) dalam keadaan berlumuran dosa besar, sekalipun ibadahnya seperti ibadahnya jin dan manusia” (Taqriibul Ushuul 53)
“Duhai Ghoutsu Zaman ke pangkuan Mu salam Alloh kuhaturkan, bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh, Dan arahkan pancaran sinar Nadroh Mu kepadaku yaa Sayyidi radiasi batin yang mewhusulkan aku, sadar kehadirat Maha luhur Tuhanku.”
“Duhai kanjeng Nabi pemberi Syafaat Makhluq, Duhai kanjeng Nabi kekasih Alloh, kepangkuan Mu Sholawat dan salam Alloh kusanjungkan, jalanku buntu, usahaku tak menentu, cepat, cepat cepat raihlah tanganku yaa Sayyidi tolonglah diriku dan seluruh umat ini!”
Sumber : http://aliwahidiyah.blogspot.com/2010/07/hal-ghauts-hadzaz-zaman.html
No comments:
Post a Comment
Thank you, for your comment.